Hidup dan pembelaan-nya

Tuturan klise yang kadang terlupakan, baik sengaja ataupun tidak, tentang hidup dan perjalanan di dalamnya.

Hidup adalah sebuah perjalanan dengan banyak pilihan di dalamnya. Setiap pilihan akan membawa konsekuensi yang berbeda sesuai dengan subjek yang mengambil keputusan, kondisi alam sekitar pada saat itu dan faktor eksternal lainnya yang belum bisa terdefinisikan dengan kecanggihan kemampuan manusia saat ini. Last but not least, be ready, bersiaplah untuk bersikap dewasa dengan mencurahkan segala daya dan upaya dalam wujud tanggung jawab untuk setiap konsekuensi yang dihasilkan tadi.

Siapa bilang hidup itu mudah. Namun juga tidak bisa dianggap hidup itu susah dan terlalu membebani. Sekilas hidup terlihat amat pelik kala kita sibuk dengan semua pertimbangan ini itu dalam menentukan langkah dari banyaknya pilihan. Di lain waktu, hidup justru tampak mudah dan menyenangkan saat pilihan itu ternyata, kebetulan, memberikan sebuah konsekuensi yang benar, sesuai dengan yang kita harapkan. Dengan dua pertimbangan tersebut, status hidup pun turut disertakan sebagai objek kajian relativitas, meski tidak harus dicantumkan dalam buku Fisika Dasar di sekolah. Ya, relatif. Itulah dia.

Sekiranya hidup itu sendiri punya hak untuk bersuara, mungkin ia akan berucap, “Aku hanya minta untuk dijalani dengan sepenuh hati. Nikmati saja.” Benarkah demikian? Terdengar terlalu sederhana memang, tapi bisa jadi hal itu memang demikian. Sesaat setelah Hidup berkata demikian pastinya akan banyak komentar yang tumpang tindih berebut untuk balas teriak menanggapi pernyataan singkat Hidup itu. Salah satunya yang paling santer “Ah.. itu kan hanya teori. Nggak segampang itu pastinya.”

Semudah komentar santer itu terlempar, semudah itu pula untuk menangkis balik pernyataan tersebut. Mudah atau tidak pastinya amat relatif dan hanya bisa dievaluasi langsung oleh subjek yang melakukan. Hanya orang tersebut dan Tuhan-nya lah yang paham secara absolut apakah dia memang sedang tertatih-tatih kesulitan atau justru sedang menikmati kemudahan dalam menerapkan “teori”, meminjam istilah dari komentar santer, tersebut.

Hidup pun lanjut bersuara, “Kemudahan hanya diberikan pada yang berjuang dengan keras. Karena aku adalah sebuah perjuangan. Bukan taman bermain. Bukan arena politik parlemen.” Sebagian umat mungkin akan tersadarkan dan sebagian lainnya masih bebal dengan ngotot mengharapkan kemudahan dalam hidup mereka. Tingkat kemudahan dan kesulitan yang diperbincangkan mulai didefinisikan. Debat kusir pun tak kunjung usai.

Selama apa pun debat itu kelak akan bermuara pada satu kalimat pamungkas dari Hidup. “Bosan, lelah dengan segala kesulitan hidup, silahkan cabut Hidup anda. Matikan saja ia. Sekarang.” Ajian sakti sang Hidup dilayangkan, forum pun terdiam. Tanpa satu pun patah kata ataupun celetukan yang terlontarkan.

Hidup pun bebas, berdansa bahagia. Lagi.

Leave a comment